Mendapat Perlakuan Kasar dari Majikan, ART Asal NTT Ini Minta Dipulangkan, Ketum DPP JMP: Harus Diusut Tuntas

Berpose didepan kantor DPP JMP, Jl. Singgalang, Pekanbaru.

PEKANBARU, RIAURILIS.COM - Karolina Bulu, gadis 18 tahun, dipaksa turun dari mobil majikannya di tengah-tengah kota Duri, Bengkalis. Ia pun bingung, harus mau kemana. Sebab tak ada sanak keluarga. Sementara kampung halamannya jauh di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Untung saja, ia masih bisa menebak-nebak posisi TK Pelopor, tempat anak majikannya bersekolah di Jalan Hangtuah, Duri. Sebab saat itu, ia baru saja dijemput dari sekolah itu, bersama anak majikannya yang ia jaga.

Setelah berjalan jauh di tengah terik matahari Kota Duri, ia pun akhirnya sampai kembali ke sekolah tersebut. Lalu pihak sekolah menghubungi Ketua Flobamora Duri, Walter, yang selanjutnya berkomunikasi dengan Ketua Umum DPP JMP, Hubertus Herminus yang berada di Pekanbaru.

Gerak cepat, Hubertus Herminus langsung mengirim Satgas JMP untuk penjemputan korban ke Duri, untuk selanjutnya akan dikembalikan ke kampung halamannya, di Lua Koba, Sumba Barat Daya, NTT.

Dalam kesempatan itu, korban juga sempat tersambung dengan pihak penyalur tenaga kerja, yang mengirimnya ke Duri.

"Saya sempat diminta balik lagi ke rumah majikan. Tapi saya g mau. Sakit hati saya ditinggalkan di tengah jalan begitu," cerita Karolina, saat berada di kantor Ormas JMP Provinsi Riau, Jalan Singgalang, Pekanbaru, Kamis (31/10/2023).

Saat ia bercerita, didengar langsung oleh Ketua DPD I JMP Riau, Andre Yulistio, yang didampingi oleh sekretarisnya, Altober Siregar dan advokasinya, Endang Suparta SH, MH.

Ada juga Ketua DPD I Petir (Persatuan Timur Raya) Provinsi Riau, Harmen Yunan, yang didampingi sekretarisnya, Sutan Aris dan advokasinya, Alfius Zachawerus, SH.

Kemudian ada juga Wakil Ketua Forum Pemuda NTT, Haris Steven, Ketua Flores Raya, Valentinus Pandu dan Ketua Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan Anak Riau (LBP2AR), Rosmeini, yang juga didampingi tim advokasi masing-masing.

Menariknya, Karolina, tak sendiri. Tapi tiga asisten rumah tangga lainnya, yang berasal dari NTT, hampir bernasib sama, mendapatkan perlakuan tak baik dari majikannya. Namun berhasil diamankan Ormas JMP, untuk kemudian akan dikirim pulang ke kampung masing-masing.

Tiga lainnya adalah, Maria Devita Kune (21) asal Welamosa, Maurole Ende Lio, yang juga bekerja di Duri. Sementara Marny Nedlaka (35) asal Polen, Kabupaten Timur Tengah Selatan, dan Aplo Nia Sose Mau (38), asal Kaukuluk Mesak, Kabupaten Belu, bekerja di Pekanbaru.

Dari keempat mereka, perlakuan terhadap Karolina, yang dinilai paling miris. Ia yang sudah bekerja sekitar 1,5 tahun di rumah majikannya itu, selain diturun paksa dari mobil di lokasi yang ia tidak kenal, ia juga sempat mendapat perlakuan kasar dari majikan, seperti penamparan dan pemukulan. Termasuk caci maki.

"Awal-awal kerja baik-baik saja. Tapi belakangan ini selalu marah, yang diikuti dengan tindakan kasar, seperti memukul dan menampar, termasuk kata-kata kasar. Saya juga tidak diperkenankan keluar rumah untuk ibadah di gereja," cerita Karolina yang menjaga 3 orang anak majikannya tersebut.

Tapi saat ini ia sudah tenang, karena sudah berada dalam pengamanan Satgas JMP di Pekanbaru.

"Setelah diurus abang-abang ini (Satgas JMP), barulah gaji saya di keluarkan penuh, termasuk semua pakaian saya bisa di bawa dari rumah majikan," ceritanya.

Di waktu yang hampir bersamaan, tiga korban lainnya, Maria Devita Kune (21), yang bekerja di Duri, Marny Nedlaka (35) dan Aplo Nia Sose Mau (38), yang bekerja di Pekanbaru, sama-sama minta tidak melanjutkan pekerjaan, karena apa yang dikerjakannya, sudah tidak sesuai lagi dengan perjanjian awal.

"Perjanjiannya hanya menjaga anak, tapi nyatanya semua kita kerjakan. Sementara makan kami tidak diberikan dengan layak. Nasi dan sayuran saja," cerita Marny, yang bekerja di daerah Labuhan Baru (Pekanbaru) dan sempat diusir oleh majikannya dari rumah.

Atas rangkaian peristiwa tersebut, Ketua Umum DPP Jangkar Merah Putih, Hubertus Herminus, mengaku prihatin. Ia pun berharap agar peristiwa ini dapat diusut sampai tuntas, agar di waktu depan, tidak terjadi lagi peristiwa serupa.

"Secara organisasi, para korban ini memang akan kita fasilitasi untuk memulangkannya ke daerah asal mereka. Tapi jika dalam rangkaian peristiwa ini ada pidananya, kita minta aparat hukum, bisa turun tangan melakukan proses, agar ada efek jera," katanya.

Hubertus juga minta agar Polda NTT, bersama jajarannya untuk bertindak tegas secara hukum, agar dugaan praktek trafiking dan eksploitasi anak, khususnya di Provinsi NTT, bisa dibasmi sampai akar.

"Kejadian ini sudah menjadi peristiwa yang berulang-ulang. Untuk itu perlu penanganan serius, semua stakeholder," pintanya.

Hal senada disampaikan Ketua Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan Anak Riau (LBP2AR), Rosmeini.

Bahkan ia minta persoalan ini mendapat atensi serius sampai Presiden Prabowo Subianto, dan stakeholder lainnya, seperti Komisi III dan Komisi VIII DPR RI, yang membidangi hukum dan perlindungan anak dan perempuan, kepolisian dan lainnya.

"Kalau kita dengar cerita mereka para korban, kuat dugaan telah terjadi praktek trafiking dan eksploitasi anak. Kita juga mendengarkan ada peristiwa dugaan kekerasan, dan proses rekruitmen yang tidak prosedural. Untuk itu, ini harus mendapat atensi serius pemerintah di semua tingkatan untuk proses hukum," katanya.

Rosmeini juga mengendus, bahwa dalam peristiwa ini ada dua modus jaringan. Yaitu jaringan berbadan hukum yang berpusat di Jambi dan jarigan perorangan, yang ada di Pekanbaru.

"Mereka-mereka ini menggunakan kaki tangan lagi yang ada di NTT, dengan imbalan sejumlah uang. Bahkan jaringan ini sampai ke pelosok NTT, menjaring para korban yang tidak prosedural dan cacat hukum. Cara-cara ini harus dihentikan, agar korban tidak lagi berjatuhan," katanya.

Tak hanya permintaan lisan, semua organisasi yang terlibat dalam pemulangan empat asisten tenaga kerja ini, Ormas JMP Riau, Ormas Petir Riau, Forum Pemuda NTT Provinsi Riau, Ormas Flores Raya dan LBP2AR, akan bersurat secara resmi sampai ke presiden.

"Peristiwa ini akan kita buat kronologisnya, dari hasil investigasi yang kita dapatkan di lapangan. Lalu hasilnya akan kita laporkan kepada semua pihak terkait, sampai Bapak Presiden. Semoga mendapatkan atensi serius," tandas Ketua Petir Riau, Harmen Yunan. (rls)